Tripitaka/Tipitaka atau 'Tiga Keranjang' terdiri darivinaya pitaka, sutra pitaka, dan abhidharma pitaka, dimana merupakan kitab suci yang dipakai dalam agama Buddha, dapat ditemukan dalam bahasa Palidan bahasa SanskertaPerbedaan bahasa dalam kitab suci yang dipakai tersebut, akhirnya menjadi ciri khas masing-masing aliran yang ada dalam Buddhisme.
Bahasa yang dipakai Sang Buddha
Berbagai penelitian memperlihatkan bahwa SangBuddha berbicara dengan bahasa Ardhamagadhi. Sedangkan berbagai sekte dalam sejarah Buddhisme mencatat sendiri sabda-sabda Sang Buddha dalam berbagai bahasa, antara lain sekte Sarvastivada (cikal bakalMahayana) menggunakan bahasa Sansekerta, sekte Mahasanghikamenggunakan bahasa Gandhari Prakrit, sekte Samitiya menggunakan bahasaApabhramsa, sekte Sthaviravada (cikal bakal Theravada) menggunakan bahasa Paisaci. Sehingga jelas sekali bahwa Sang Buddha berbicara dalam berbagai bahasa.
Dalam perkembangannya maka dapat dimaklumi bahwa semua kitab suci agama Buddha merupakan terjemahan karena sudah sangat sulit diperoleh dalam bentuk aslinya. Aliran Mahayana menggunakan bahasa Sansekerta danTheravada menggunakan bahasa Pali.
Namun dalam prakteknya sering terjadi adanya tudingan ataupun usaha pembuktian sekte yang ada dalam Buddhisme masing-masing yang dengan bangga menyatakan sekte mereka sebagai sekte yang paling murni dan paling benar, padahal Sang Buddha sendiri juga memperkenankan para siswaNya untuk mencatat sabda-sabdaNya dalam bahasa masing-masing, sebagaimana dapat dilihat pada Cullavaga V 33,1 , yang berbunyi
"Anujanam, bhikkhave, sakaya-niruttiya buddhavacanam pariya panitum."
yang diterjemahkan ,
"Wahai para bhikkhu, kalian diperkenankan mencatat sabda-sabda Bhagavan (sebutan Buddha) dengan bahasa kalian sendiri."
Sehingga kitapun janganlah terlalu terpaku ataupun ragu akan suatu bahasa yang dipakai dalam usaha kita mendalami Ajaran Sang Buddha. Janganlah hanya terpaku pada kata atau bahasa, yang penting adalah arah yang ditunjuk oleh jari telunjuk bukanlah telunjuk yang harus kita perdebatkan untuk dapat menikmati sinar bulan yang ditunjuk oleh jari telunjuk tersebut.
Kitab Suci
Kitab suci yang dewasa ini dipakai dalam agama Buddha ditemukan dalam bahasa Pali dan bahasa Sanskerta. Nama umum yang diberikan untuk kumpulan kitab suci agama Buddha adalah Tripitaka. "Tri " berarti "tiga " dan "pitaka " berarti "keranjang " atau biasa diartikan sebagai "kumpulan ". Tripitaka dengan demikian adalah " Tiga Keranjang " atau "Tiga Kumpulan", terdiri dari:
1.      Vinaya Pitaka = Kumpulan Disiplin Vihara.
2.      Sutta/Sutra Pitaka = Kumpulan Ceramah/Dialog.
      3.      Abhidhamma/Abhidharma Pitaka = Kumpulan Doktrin Yang Lebih Tinggi.

Tipitaka Pali (45 jilid) memiliki pembagian sebagai berikut : 
Vinaya Pitaka:
1. Parajika
2. Pacittiya
3. Mahavagga
4. Culavagga
5. Parivara 

Sutta Pitaka:
1. Digha Nikaya
2. Majjhima Nikaya
3. Samyutta Nikaya
4. Anguttara Nikaya
5. Khuddaka Nikaya
Abhidhamma Pitaka:
1. Dhammasangani
2. Vibhanga
3. Dhatukatha
4. Puggalapannatti
5. Kathavatthu
6. Yamaka
7. Patthana 

Vinaya Pitaka
Vinaya Pitaka merupakan suatu kumpulan Tata Tertib dan Peraturan Cara Hidup yang ditetapkan untuk mengatur murid-murid Sang Buddha yang telah diangkat sebagai bhikkhu atau bhikkhuni ke dalam Sangha. Peraturan-peraturan ini berupa himbauan dari SangBuddha dengan tujuan agar mereka menguasai dan mengendalikan perbuatan jasmani dan ucapan mereka. Kitab ini juga menyangkut hal-hal mengenai pelanggaran peraturan; terdapat berbagai jenis peringatan dan usaha pengendalian sesuai dengan sifat pelanggaran yang dilakukan.
Secara umum Vinaya Pitaka dapat dibagi atas :
(1) Sutta Vibhanga
Bagian yang berhubungan dengan Pratimoksa/Patimokha yaitu peraturan-peraturan untuk para bhikkhu/bhikshu (227 peraturan) dan bhikkhuni/bhikshuni (311 peraturan).
(2) Khandaka-khandaka , terdiri dari Mahavagga dan Cullavagga
Mahavagga merupakan serangkaian peraturan mengenai upacara penahbisan bhikkhu, upacara Uposatha, peraturan tentang tempat tinggal selama musim hujan [vassa], upacara pada akhir vassa [pavarana], peraturan mengenai jubah, peralatan, obat-obatan dan makanan, pemberian jubah Khatina setiap tahun, peraturan bagi bhikhu yang sakit, peraturan tentang tidur, tentang bahan jubah, tata cara melaksanakan sanghakamma(upacara sangha), dan tata cara dalam hal terjadi perpecahan.
Cullavagga, terdiri dari peraturan untuk menangani pelanggaran-pelanggaran, tata cara penerimaan kembali seorang bhikkhu ke dalam sangha setelah melakukan pembersihan atas pelanggarannya, tata cara untuk menangani masalah-masalah yang timbul, berbagai peraturan yang mengatur cara mandi, mengenakan jubah, menggunakan tempat tinggal, peralatan, tempat bermalam dan sebagainya, mengenai perpecahan kelompok-kelompok bhikkhu, kewajiban guru [acariya] dan calon bhikkhu [samanera], upacara pembacaan Patimokkha, penahbisan dan bimbingan bagi bhikkhuni, kisah mengenai Pasamu Agung Pertama di Rajagraha, dan kisah mengenai Pesamuan Agung Kedua di Vesali. 
(3) Parivara
Merupakan suatu ringkasan dan pengelompokan peraturan-peraturan Vinayayang tersusun dalam bentuk tanyajawab untuk dipergunakan dalam pengajaran dan ujian.
Dalam Buddhisme Mahayana juga terdapat Brahmajala Sutra [Fan Wang Cing] yang dipergunakan sebagai pedoman untuk menerangkan sila, pratimoksha dan Bodhisattva sila dimana terdiri dari 10 pasal kesalahan besar [Garukapatti] dan 48 pasal kesalahan kecil [Lahukapatti]. Brahmajala Sutra yang dipakai oleh Buddhisme Mahayana merupakan terjemahan dariKumarajiva antara tahun 401 - 409 M. Selain itu terdapat juga Upasika Silayang merupakan terjemahan dari Dharmaraksa antara tahun 414-421 M. Untuk Bhikshuni, terdapat juga Bhikshuni Sanghika Vinaya Pratimoksha Sutrayang diterjemahkan oleh I-Ching pada tahun 700-711 M dimana terdiri atas 348 pasal.
Sutta Pitaka
Merupakan kumpulan pembicaraan antara Sang Buddha dengan berbagai kalangan, semasa Beliau mengembangkan ajaranNya. Sutra Pitaka dapat dikelompokkan dalam lima kelompok utama, yaitu :
Digha Nikaya (kumpulan sutra yang isinya panjang),
Majjhima Nikaya (kumpulan sutra yang isinya tidak terlalu panjang),
Samyutta Nikaya (kumpulan sutra yang isinya secara kelompok),
Anguttara Nikaya (kumpulan sutra atas beberapa topik utama),
Khuddaka Nikaya (kumpulan sutra dari berbagai bahan).
Abhidharmma Pitaka
Merupakan kumpulan berdasarkan klasifikasi yang detail mengenai fenomena kejiwaan, logika, analisa metafisik dan informasi penting dari kosa kata. KitabAbhidhamma dapat juga disebut sebagai ilmu psikologi Buddhisme yang mengajarkan analisis yang mendalam mengenai berbagai komponen dan proses dari batin dan jasmani. 
  1. Dhammasangani, menguraikan mengenai etika dilihat dari sudut pandang ilmu jiwa
  2. Vibhanga, menguraikan apa yang terdapat dalam buku Dhammasangani dengan metode yang berbeda. Buku ini dapat dibagi lagi dalam delapanbab [vibhanga], dan masing-masing bab memiliki tiga bagian yaituSuttantabhajaniya, Abhidhammabhajaniya dan Pannapucchaka atau daftar pertanyaan-pertanyaan.
  3. Dhatukatha, menguraikan mengenai unsur-unsur batin yang terbagi atas empat belas bagian.
  4. Puggalapannatti, menguraikan berbagai watak manusia [puggala] yang terkelompok dalam sepuluh urutan kelompok.
  5. Kathavatthu, terdiri dari dua puluh tiga bab yang merupakan kumpulan percakapan [katha] dan sanggahan terhadap pandangan salah yang dikemukan oleh berbagai sekte tentang hal-hal yang berhubungan dengan theologi dan metafisika.
  6. Yamaka, terdiri dari sepuluh bab [yamaka], yaitu Mula, Khanda, Ayatana, Dhatu, Sacca, Sankhara, Anusaya, Citta, Dhamma danIndriya.
  7. Patthana, menerangkan mengenai sebab-sebab yang berkenaan dengan dua puluh empat hubungan antara batin dan jasmani [Paccaya].
Keahlian seseorang dalam menguasai berbagai kitab suci yang ada dalam Buddhisme bukanlah sebagai jaminan akan memperoleh manfaat kehidupan suci, tetapi yang penting adalah berbuat sesuai ajaran dalam kehidupan sehari-hari baik melalui pikiran, ucapan ataupun perbuatan.
Sang Buddha bersabda : "Biarpun seseorang banyak membaca kitab suci, tetapi tidak berbuat sesuai dengan ajaran, maka orang lengah itu sama seperti gembala sapi yang menghitung sapi milik orang lain; ia tak akan memperoleh manfaat kehidupan suci. Biarpun seseorang sedikit membaca kitab suci, tetapi berbuat sesuai ajaran, menyingkirkan nafsu indria, kebencian dan ketidaktahuan, memiliki pengetahuan benar dan batin yang bebas dari nafsu, tidak melekat pada apapun baik di sini maupun di sana, maka ia akan memperoleh manfaat kehidupan suci." (Dhammapada, 19, 20)

Ketika kita menyatakan berlindung kepada Dharma (Dhammang Saranang Gacchami) berarti kita harus memiliki pengertian yang benar terhadap Ajaran Sang Buddha dan menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari secara bijaksana.